Tujuan, seperti hal lainnya yang saya tulis di buku ini, tidak tercapai dengan sendirinya. Dengan adanya rencana, Anda akan membutuhkan bala bantuan untuk tetap fokus. Seperti halnya dalam bisnis apa pun, bahkan rencana yang sudah tersusun dengan baik pun bisa mendapatkan manfaat dari pemeriksaan eksternal. Akan sangat membantu apabila Anda memiliki dua atau tiga orang pembimbing, yang bertindak sebagai penyemangat serta pengawas bermata elang, yang akan meminta pertanggungjawaban Anda. Saya menyebut kelompok ini sebagai dewan penasihat pribadi saya.
Kelompok ini bisa saja terdiri atas anggota keluarga; mungkin seseorang yang selama ini sudah membimbing Anda; atau bahkan satu atau dua orang teman lama Anda. Anggota dewan pribadi saya menolong pada saat-saat kritis di dalam karier saya setelah keluar dari Starwood Hotels and Resorts, perusahaan yang memiliki brand seperti W Hotel dan Westin. Saya terkatung-katung. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya tidak bisa mendapatkan gelar ataupun pekerjaan. Saya harus menilai kembali misi saya.
Saya mendapatkan pekerjaan di Starwood setelah saya keluar dari Deloitte untuk menerima tawaran yang sangat menarik: menjadi kepala pemasaran termuda di perusahaan Fortune 500 (tujuan yang telah saya tetapkan untuk diri saya sendiri tiga tahun sebelumnya) dan menemukan kembali cara sebuah industri berpikir tentang pemasaran. Namun, pekerjaan baru saya tidak berjalan persis seperti yang direncanakan. Juergen Bartels, presiden di Starwood yang merekrut saya, berjanji untuk membimbing saya dan membuka jalan bagi saya un- tuk menjadi pemimpin masa depan perusahaan.
Tujuan yang saya miliki untuk perusahaan itu besar dan membutuhkan perubahan cara berpikir secara keseluruhan di perusahaan itu agar tujuan saya tercapal. Pada saat itu, pemasaran yang dilakukan dalam industri perho- telan adalah urusan daerah masing-masing, sering kali masalah ini diserahkan kepada masing-masing hotel. Namun, biaya pengaturan tersebut menyebabkan brand dari perusahaan berkurang konsisten sinya secara keseluruhan. Rencana kami adalah untuk mengon- solidasikan fungsi pemasaran kami di bawah satu naungan dengan pandangan global. Daripada memberikan izin agar masing-masing dari wilayah hotel kami di seluruh dunia melakukan strategi pe- masarannya sendiri-sendiri, saya lebih ingin memusatkan operasi pemasaran kami untuk memperjelas pesan yang ingin kami sam- paikan, dan menciptakan dampak yang lebih besar di pasar dengan brand yang kohesif. Lagi pula, pelanggan utama kami para pelancong bisnis-semakin global dan memiliki pengharapan akan konsistensi.
Akan tetapi, tidak lama setelah saya dipekerjakan, Juergen Bartels meninggalkan perusahaan. Seperti halnya dalam birokrasi mana pun, perusahaan cenderung menolak adanya perubahan, terutama ketika perubahan itu tidak mendapat dukungan dari manajemen tingkat atas. Setahun setelah saya bekerja di sana semakin jelas bagi saya bahwa di bawah kepemimpinan presiden yang baru, saya tidak akan dapat mengumpulkan jenis dukungan yang saya butuhkan di dalam perusahaan untuk melakukan perubahan organisasi yang radikal seperti itu. Presiden yang baru tersebut menegaskan bahwa kami tidak akan bisa menjalankan rencana kami untuk melakukan perubah- an organisasi di dalam departemen pemasaran. Hal ini seperti tamparan bagi rencana saya dan bagi saya secara pribadi.
Tanpa adanya lampu hijau yang dibutuhkan untuk membuat keputusan berani yang menurut saya pada akhirnya akan mengarah pada kesuksesan perusahaan dan posisi pribadi saya di tingkat yang lebih senior, saya tahu bahwa saya tidak akan dapat mencapai tujuan saya di perusahaan itu. Saya sangat terkejut. Saya pulang kerja lebih awal pada hari itu dan berolahraga dengan berlari bermil-mil jauhnya melalui jalan yang indah di Central Park New York. Olahraga selalu menjadi tempat berlindung di mana saya biasanya mendapatkan pemikiran terbaik saya. Namun, sekitar sepuluh mil kemudian, saya masih dalam keadaan terkejut. Keesokan paginya, ketika saya berjalan menuju kantor, saya tahu bahwa masa depan saya ada di tempat lain.
Semua fasilitas yang didapatkan oleh seorang eksekutif papan atas, kantor yang besar dan nyaman, perabotan yang terbuat dari kayu mahoni, jet perusahaan, gelar Anda dengan mewah terpampang di pintu ruangan tidak berarti apa-apa jika saya tidak dapat mengimplementasikan ide- ide yang membuat pekerjaan menjadi suatu hal yang menyenang- kan, kreatif, dan menarik. Tidak lama setelahnya, secara resmi saya mengundurkan diri, saya tahu jika saya tidak melakukannya sekarang, saya tidak akan bertahan lama di perusahaan itu, dan cepat atau lambat, hal itu pun akan terjadi.
Sudah waktunya bagi saya untuk menetapkan tujuan baru. Haruskah saya mencari posisi lain sebagai kepala pemasaran, membuktikan diri saya dengan membangun brand yang lebih besar dan lebih baik, berjuang untuk pendapatan (dan laba) yang lebih besar, dan membantu mengubah perusahaan menjadi sebuah ikon brand? Atau haruskah saya menetapkan pandangan yang lebih tinggi? Tujuan utama saya adalah menjadi CEO. Namun, hal itu jarang terjadi bagi mereka yang ada di dalam bidang pemasaran. Saya telah menghabiskan sebagian besar karier saya meyakinkan manajemen atas bahwa pemasaran dapat, dan harus secara lang sung memengaruhi semua kegiatan operasional. Namun, saya tidak bertanggung jawab atas semua kegiatan itu. Untuk benar-benar dapat mendefinisikan sebuah brand, pe- kerjaan utama orang-orang di pemasaran adalah dengan menjadi CEO. Jika saya memilih arah yang terakhir, hal apa lagi yang perlu saya pelajari untuk menjadi seorang CEO? Apa peluang saya untuk bisa mendapatkan pekerjaan seperti itu? Membutuhkan pengorbanan atau risiko yang seperti apa?
Sejujurnya, pada saat itu pertanyaan-pertanyaan ini tidak terlalu jelas bagi saya. Di tengah kekecewaan saya, setelah bertahun-tahun melaju, melaju, melaju, saya merasa tersesat. Saya perlu mencari tahu lagi apa yang saya inginkan. Dan saya takut. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, saya tidak memiliki pekerjaan. Saya benci membayangkan bertemu dengan orang baru tanpa penjelasan yang jelas tentang apa pekerjaan saya.
Selama beberapa bulan kemudian, saya memiliki ratusan percakapan dengan orang-orang yang saya percayai. Saya mengikuti retret meditasi Vipassana di mana saya duduk selama sepuluh jam setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut dalam keheningan. Untuk orang seperti saya, yang tidak bisa diam, hal ini sangat menyiksa. Saya bertanya-tanya apakah saya hanya membuang- buang waktu dengan berpikir. Saya bertanya-tanya apakah saya harus kembali ke Pennsylvania dan menemukan perusahaan kecil untuk saya diami.
Selama waktu itu saya menulis pernyataan misi secara terpe- rinci sebanyak dua belas halaman dengan mengajukan pertanyaan seperti, Apa kekuatan saya? Apa kelemahan saya? Apa saja pe- luang-peluang di berbagai industri yang tersedia bagi saya? Saya mencantumkan kapitalis ventura yang ingin saya temui, CEO yang saya kenal, para pemimpin yang bisa saya temui untuk meminta nasihat, dan perusahaan-perusahaan yang saya kagumi. Saya membiarkan semua opsi terbuka: guru, menteri, politisi, kepala eksekutif. Untuk setiap arah baru yang potensial, saya membuat Rencana Tindakan Hubungan. Ketika semuanya sudah tertata dengan rapi, saya menjangkau dewan penasihat pribadi saya.
Saya tidak memiliki kualifikasi untuk diangkat menjadi CEO di perusahaan besar. Namun ketika saya melihat ke dalam diri saya sendiri, itulah yang benar-benar ingin saya lakukan. Duduk bersama Tad Smith, seorang eksekutif penerbitan dan salah satu teman dan penasihat terbaik saya, saya diberi tahu bahwa saya harus melupakan prestise bekerja di perusahaan Fortune 500. Apabila saya ingin menjadi CEO, saya harus menemukan perusahaan tempat saya dapat berkembang. Tepat seperti itulah saran yang ingin saya dengar. Saya terlalu fokus pada perusahaan besar.
Meskipun kehancuran dot-com telah membuat keadaan menjadi jauh lebih enak untuk memasuki dunia digital, tetapi masih ada beberapa perusahaan yang sangat baik yang membutuhkan fundamental bisnis. Sekarang saya tahu bahwa ini adalah tempat yang perlu saya cari, dan saya mulai menyempurnakan rencana tindakan saya.
Sejak saat itu, banyaknya panggilan telepon yang saya lakukan, dan berbagai rapat serta konferensi yang saya ikuti, ditujukan untuk menemukan perusahaan kecil yang tepat untuk saya. Tiga bulan kemudian, saya mendapat lima tawaran pekerjaan. Salah satu orang yang saya jangkau adalah Sandy Climan, seorang pemain Hollywood terkenal yang pernah menjadi tangan kanan Michael Ovitz di Creative Artists Agency dan yang kemudian menjalankan perusahaan modal ventura yang berbasis di LA bernama Entertainment Media Ventures.
Saya mulai menge- nal Sandy selama saya bekerja di Deloitte, ketika saya sedang menjelajahi jalan menuju dunia hiburan. Sandy memperkenalkan saya kepada orang-orang di perusahaan yang bernama YaYa, salah satu investasi dalam portofolio perusahaannya. YaYa adalah perusahaan pemasaran yang memelopori pen- ciptaan game online sebagai sarana iklan. Mereka memiliki kon- sep yang baik serta kekuatan pendiri dan para karyawan yang berkomitmen. Mereka membutuhkan visi yang lebih besar untuk mendapatkan perhatian pasar, beberapa kehebohan untuk produk- produk mereka yang tidak dikenal pasar, dan seseorang yang bisa menggunakan semua hal itu untuk menjual, menjual, dan menjual.
Pada bulan November 2000, ketika dewan YaYa menawari saya posisi CEO, saya tahu bahwa ini adalah hal yang tepat. Perusahaan itu berlokasi di Los Angeles, dan menawarkan semacam rute tidak konvensional ke dunia hiburan yang selama ini sudah saya cari, dan memberikan sebuah kesempatan untuk membawa pengalaman saya sebagai seorang pemasar ke dalam pekerjaan CEO.